Just About Mymind

Karya Dalam Perjalanan


Tinggalkan komentar

Berpetualang dan berkarya di kalimantan, kenapa tidak?? (bag 3)

Setelah makan, kucabut sebilah rokok A mild lalu kuhisap untuk menghilangkan lemak – lemak yang masih terasa nempel di rongga mulut. Sembari kulihat hiruk pikuknya rumah makan itu. Terlihat orang berjubel antri bayar makanan di meja kasir, pelayan warung yang teriak – teriak memesan minum dan ributnya klakson bis yang memanggil – manggil penumpangnya untuk segera naik bis kembali. Ramainya sebuah persinggahan penumpang dan juga “uang”nya .

Tiga bis yang parkir penumpangnya tumpek blek di rumah makan itu ( he, Jawa-nya keluar pakai ” blek” segala..) Wah…kalau semua makan, ni warung omsetnya berapa juta semalam? satu bis 54 penumpang. Katakanlah per orang 20.000 berarti sudah 1.080.000 rupiah. Kalau 10 bis yang singgah aja berarti 10 juta rupiah semalam. Wih lumayan.. Ah, ko’ jadi ngitung – ngitung omset warung sih…..dasar guru matematika kok sempatnya menghitung omset!

Setelah minum teh dan menghabiskan rokok sebatang, perjalananpun dilanjutkan.. Jalannya bis yang banyak goncangan menandakan jalannan menuju Nanga Pinoh kurang bagus. Memori di kepalaku udah susah merekam gambar pemandangan perjalanan dibalik kaca bis setelah persinggahan itu. Perut kenyang, dan sejuknya AC bis membuat rasa kantuk terasa susah di lawan. Ditambah lampu bis yang sengaja dimatikan oleh kenek bis agar penumpang leluasa untuk tidur di perjalanan, karena bangun pagi nanti aktifitas di kota tujuan akan dimulai.

Tapi terlihat sesekali bis mengurangi kecapatan hingga 60% laju rata2nya, untuk berpapasan dengan bis dengan ukuran serupa karena memang jalannya tidak cukup lebar seperti di Jawa. Belakangan aku sadar bahwa bis ini sudah di kisaran setengah perjalanan, karena sudah mulai berpapasan dengan bis dengan trayek sama tapi dari arah yang berlawanan.

Sayang, perjalanan dari Pontianak menuju Nanga Pinoh kutempuh malam hari. Jadi bagaimana keadaan bumi kalimantan tidak leluasa bisa kulihat karena gelapnya malam. Hanya sesekali saja kulihat lebatnya semak – semak hutan di pinggir jalan. Dan pohon sawit tertata sepanjang pinggir jalan. Meski begitu, sensasi perjalanan pertamaku dari Pontianak menuju kota Nanga Pinoh yang berada di ujung timur provinsi kalimantan barat itu sungguh susah untuk kulupakan.

Sampai suatu ketika : Dukk!!…Aih sakitnya….

Guncangan keras bis membuat kepalaku terantuk kaca! Akupun bangun dari tidurku. Sambil menggosok bagian kepala yang terantuk kuusap embun yang menempeldi kaca bis untuk melihat pemandangan di luar. Rupanya terangnya pagi sudah mulai terlihat. Jam menunjuk angka lima lewat limabelas menit. Bis terasa berjalan dengan lebih pelan, karena sudah mulai sering berpapasan dengan kendaraan dari arah berlawanan. Wah… nampaknya sudah hampir nyampai nih. Kutanya penumpang sampingku, seberapa lama lagi akan sampai di Nanga Pinoh. Ternyata perjalanan tinggal 10 menit lagi.

Tapi pemandangan di balik kaca tidak menandakan seperti layaknya keadaan kanan kiri jalan yang mendekati suatu kota. Semak dan rawa masih mendominasi di kanan dan kiri jalan. Hanya deretan rumah beratap seng dengan parabola – parabola diatas atap mulai sering terlihat. Makin lama makin padat perkampungan itu. Setelah sejenak melewati sebuah jembatan berarsitektur baja yang agak panjang, terlihat deretan ruko – ruko dan padatnya pertokoan seiring berhentinya bis yang kutumpangi. Para penumpang mulai berdiri dan sibuk mengemas barang bawaan. Akupun turun mengambil rolybagku di bagasi bis. ( Apaan tu rolybag ?! koper yang ada rodanya… itulah pokoknya).

Dan aih percuma tasku ada rodanya, karena tidak ada trotoar yang mulus, yang ada pinggiran aspal berkerikil dan berdebu. Tukang ojek mulai beraksi.. Dimana – mana aksi tukang ojek selalu sama. Ga bisa liat orang tenang dikit setelah perjalanan jauh nih! pikirku. Tapi eits!… pakai bahasa jawa rupanya Ia. Lho ternyata orang jawa jauh – jauh kesini ada yang jadi tukang ojek toh….??


3 Komentar

Berpetualang dan berkarya di Kalimantan, kenapa tidak?? ( bag 2)

Lanjutan dari bag 1:

Begitu kapal Senopati Nusantara merapatkan badannya di pelabuhan Pontianak, sejenak aku terjebak dikeramaian pelabuhan yang penuh dengan hiruk pikuk penumpang yang baru turun dari kapal. Ditambah lagi serbuan penawar berbagai jasa mulai “portir” ( istilah keren dari tukang angkut ) tukang ojek, ataupun kenek oplet. Baca lebih lanjut


5 Komentar

NUPTK -ku mutasi lintas propinsi

Sebagai guru yang ingin diakui eksistensinya dalam data kontrol pemerintah tentunya harus memiliki NUPTK.

NUPTK kepanjangannya adalah Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan.Nomor ini bersifat ” Unik” artinya tunggal, hanya satu datanya secara nasional. Bagi saya yang berprofesi guru, tentu juga harus memiliki NUPTK jika ingin eksistensi saya sebagai guru terdata di database Dirje PMPTK ( apalagi nih PMPTK..nih.?) pokoknya dirjen di kementrian diknas yang menaungi tenaga kependidikan, kurang lebih begitu. Apalagi saya tidak berstatus PNS, masih guru yayasan.

Pengalaman saya terkait NUPTK membuat saya memang harus memperhatikan status validitas NUPTK saya. Sebulan yang lalu kawan – kawan mendapat tunjangan profesi dari privinsi Rp 300.000 sebulan yang dirapel 6 bulan. Lumayan, Rp. 1,8 juta. Ah, tapi sayang saya bukan bagian dari mereka yang “sumringah” tatkala disodori tanda terima oleh kepala sekolah untuk menerima tunjangan tersebut. Ternyata guru yang mendapat tunjangan adalah guru yang sudah ber-NUPTK. Baca lebih lanjut